Family Care
Pernahkah Anda membaca label makanan yang penuh dengan istilah yang sulit dimengerti? Kalau iya, kemungkinan besar, itu adalah ultra processed food (UPF).
Jenis makanan ini semakin mendominasi rak supermarket dan menjadi bagian dari pola makan banyak orang. Meski praktis dan lezat, UPF sering dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, mulai dari obesitas hingga penyakit kronis.
Dalam artikel ini, kita akan membahas apa itu ultra processed food, contohnya dalam kehidupan sehari-hari, serta dampak yang perlu diwaspadai. Jadi, simak sampai tuntas!
Menurut laman Stanford Medicine, istilah ultra processed food (UPF) pertama kali muncul dalam sebuah tulisan pada 1980-an. Namun, baru dikenal luas pada 2009 setelah Carlos Monteiro, profesor dari University of São Paulo, bersama timnya mengklasifikasikan makanan ke dalam empat kategori berdasarkan tingkat pengolahannya—yang kemudian dikenal sebagai NOVA:
Bahan pangan segar yang tidak diberi tambahan bahan lain dan hanya mengalami sedikit perubahan dari bentuk alaminya. Contoh: buah, sayuran, susu, ikan, kacang-kacangan, telur, dan biji-bijian.
Bahan yang umumnya digunakan sebagai campuran dalam masakan, bukan dimakan langsung. Contoh: garam, gula, dan minyak.
Dibuat dengan menggabungkan bahan dari kategori pertama dan kedua, melalui proses yang masih bisa dilakukan di dapur rumah. Contoh: selai, acar, dan roti rumahan.
Mengandung lebih dari satu bahan yang jarang atau bahkan tidak pernah ada di dapur rumah, serta dilengkapi berbagai aditif dan komponen yang tidak umum digunakan dalam memasak sehari-hari. Contoh: sosis, biskuit, dan minuman kaleng.
Dari klasifikasi ini, dapat disimpulkan bahwa UPF adalah makanan yang mengandung bahan-bahan seperti pengawet, emulsifier, pemanis buatan, serta pewarna dan perisa sintetis—bahan yang biasanya tidak tersedia di dapur rumah.
Produk ini diproduksi menggunakan teknik industri dengan memanfaatkan zat-zat yang telah dimodifikasi dan ditambah berbagai aditif. Umumnya, UPF dirancang agar praktis, murah, tahan lama, dan siap santap atau cukup dipanaskan saja. Selain itu, rasanya sengaja dibuat sangat menggugah selera sehingga Anda cenderung ingin memakannya berulang kali.
Baca Juga: 5 Makanan ini Bantu Turunkan Kolesterol Jahat
Melihat pengertian di atas, ada baiknya kalau kita sebisa mungkin membatasi bahkan menghindari konsumsi makanan ultra proses. Mari belajar mengenali jenis makanan berdasarkan tingkat pengolahannya dari contoh berikut ini.
Minimally Processed Food |
Processed Food |
Ultra Processed Food |
Daging segar |
Sate daging |
Sosis |
Apel |
Jus apel |
Pai apel |
Kentang |
Kentang panggang |
French fries |
Wortel |
Jus wortel |
Krim sup instan |
Gandum |
Tepung |
Mi instan |
Ikan segar |
Ikan goreng |
Sarden kalengan |
Susu segar |
Keju |
Es krim |
Baca Juga: Ogah Diet Ketat? Clean Eating Bikin Sehat Tanpa Tersiksa
Meski praktis dan sering kali lezat, terlalu sering mengonsumsi ultra processed food (UPF) bisa membawa berbagai konsekuensi negatif bagi kesehatan. Berikut adalah beberapa risiko yang telah ditemukan dalam berbagai penelitian.
Banyak studi menemukan kaitan antara konsumsi UPF dan meningkatnya risiko penyakit kronis, seperti obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, stroke, bahkan kanker. Kandungan lemak jenuh, gula, dan natrium yang tinggi berkontribusi terhadap berbagai masalah kesehatan.
Penelitian lain menemukan fakta bahwa UPF bisa memicu obesitas. Itu karena orang yang gemar UPF dilaporkan mengonsumsi sekitar 500 kalori lebih banyak daripada yang tidak. Hal ini disebabkan oleh kombinasi rasa yang dirancang untuk “menggoda” lidah, tekstur yang mudah dikunyah, serta proses pencernaan yang lebih cepat sehingga membuat rasa lapar datang lagi lebih cepat.
Beberapa riset mengaitkan konsumsi tinggi UPF dengan peningkatan risiko gangguan suasana hati, termasuk kecemasan dan depresi. Kemungkinan penyebabnya adalah rendahnya kualitas gizi, ketidakseimbangan gula darah, dan efek aditif tertentu terhadap fungsi otak dan sistem saraf.
UPF sering mengandung aditif seperti pemanis buatan, emulsifier, dan pengawet yang dapat mengubah komposisi mikrobiota usus. Ketidakseimbangan ini dapat memicu peradangan, gangguan penyerapan gizi, dan masalah pencernaan jangka panjang.
Karena UPF cenderung lebih mudah diakses dan mengenyangkan dalam jangka pendek, konsumsi makanan bergizi seperti sayur, buah, biji-bijian utuh, dan protein berkualitas sering kali tergantikan. Akibatnya, tubuh kekurangan vitamin, mineral, dan serat yang dibutuhkan untuk mencegah berbagai penyakit kronis.
Baca Juga: Apa Saja Makanan Rendah Kalori yang Aman Dikonsumsi untuk Diet?
Mengurangi konsumsi UPF memang butuh usaha ekstra, mengingat makanan jenis ini sangat mudah ditemukan, murah, dan sering kali jauh lebih praktis. Namun, langkah-langkah kecil yang konsisten bisa membuat perbedaan besar bagi kesehatan jangka panjang. Berikut lima tips yang bisa Anda terapkan.
Salah satu perubahan besar dalam pola makan modern adalah berkurangnya kebiasaan memasak sendiri karena digantikan oleh makanan instan atau siap saji. Mulailah dengan memasak di rumah lebih sering menggunakan bahan-bahan segar.
Momen makan bersama tidak hanya menyenangkan, tapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang rutin makan bersama cenderung lebih banyak mengonsumsi sayuran, lebih jarang minum soda, dan mengurangi makanan yang digoreng.
Makan di restoran bukan berarti harus selalu mengonsumsi UPF. Cobalah memilih hidangan yang dipanggang, dikukus, direbus, atau ditumis, bukan yang digoreng dalam minyak banyak. Isi setengah piring dengan sayuran, dan tanyakan pada staf restoran tentang sumber bahan dan cara pengolahannya.
Tanyakan pada diri sendiri: “Dari mana makanan ini berasal?” Jika sulit mengenalinya karena sudah terlalu banyak diproses, kemungkinan besar kandungan gizinya sudah berkurang. Semakin dekat makanan dengan bentuk alaminya, semakin baik untuk tubuh.
Banyak UPF yang dipasarkan dengan label “organik”, “alami”, atau “rendah lemak”, padahal proses pengolahannya tetap membuatnya kurang sehat. Ingat, biskuit organik tetaplah biskuit ultra processed. Bacalah label kemasan dan waspadai daftar bahan yang terlalu panjang atau berisi nama-nama yang tidak Anda kenal.
Baca Juga: Masalah Kesehatan Akibat Stres Berlebihan
Pada akhirnya, kunci untuk mengurangi konsumsi ultra processed adalah kesadaran dan konsistensi dalam memilih makanan yang lebih alami, segar, dan bergizi. Dengan begitu, tubuh jadi lebih sehat, berenergi, sekaligus meminimalkan risiko penyakit di masa depan.
Namun, selain menjaga pola makan, perlindungan ekstra juga penting untuk memastikan Anda siap menghadapi kemungkinan risiko kesehatan yang tak terduga. Di sinilah Health Protection dari Chubb Life Indonesia hadir untuk memberikan perlindungan finansial yang fleksibel dan sesuai kebutuhan Anda.