
Family Care
Pernah merasa gaji Anda selalu habis sebelum akhir bulan? Atau mungkin Anda sering membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan? Jika ya, bisa jadi Anda tengah terjebak dalam gaya hidup konsumtif.
Perilaku seperti ini merupakan pola kebiasaan yang mendorong seseorang untuk terus membeli atau mengonsumsi barang dan jasa secara berlebihan.
Ingin terhindar dari gaya hidup konsumtif? Yuk kita bahas cara mengatasinya.
Gaya hidup konsumtif adalah kebiasaan membelanjakan uang secara berlebihan tanpa pertimbangan yang matang.
Di Indonesia, fenomena ini makin marak seiring dengan berkembangnya pusat perbelanjaan, e-commerce, serta kemudahan akses kartu kredit dan paylater. Belum lagi, tekanan sosial alias "gengsi" seringkali membuat orang merasa harus punya barang tertentu biar dianggap keren.
Padahal kebiasaan konsumtif ini bisa berdampak buruk lho, terutama pada kondisi finansial Anda. Menabung jadi susah, utang menumpuk, dan saat ada kejadian darurat seperti sakit atau kehilangan pekerjaan, kita malah kelimpungan karena nggak punya dana cadangan.
Kalau Anda merasa punya kebiasaan konsumtif, tenang! Ada banyak cara agar terhindar dari perilaku konsumtif, kok. Berikut beberapa cara yang bisa Anda coba:
Langkah pertama agar lebih bijak dalam mengelola keuangan adalah dengan membuat anggaran bulanan. Catat semua pemasukan yang Anda dapatkan setiap bulan, baik dari gaji, usaha sampingan, atau sumber lainnya.
Kemudian, buat daftar pengeluaran rutin seperti biaya makan, transportasi, tagihan listrik, dan kebutuhan lainnya. Setelah itu, tentukan batas belanja untuk kebutuhan sekunder, seperti pakaian, hiburan, atau barang lainnya. Dengan adanya anggaran ini, Anda bisa lebih sadar akan kondisi keuangan dan terhindar dari pengeluaran yang tidak perlu.
Sering tergoda dengan barang-barang lucu atau promo besar-besaran? Coba gunakan aturan 24 jam! Jika Anda melihat sesuatu yang ingin dibeli, tahan diri dan tunggu selama 24 jam sebelum benar-benar membelinya.
Dalam waktu tersebut, tanyakan lagi pada diri sendiri apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan atau hanya sekadar impulsif. Biasanya, setelah waktu berlalu, keinginan untuk membeli barang tersebut akan berkurang, bahkan bisa hilang sama sekali!
Kadang kita suka ngeles, "Tapi kan aku butuh!" Padahal, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin itu cuma keinginan. Sebelum beli sesuatu, coba tanya diri sendiri:
Kalau lebih banyak jawab "iya" untuk pertanyaan ini, berarti barang tersebut bukan kebutuhan utama. Jadi, coba tahan dulu, ya.
Lagi stres gara-gara kerjaan numpuk atau habis debat sama pasangan, eh, malah checkout barang yang nggak perlu. Pernah mengalaminya?
Belanja saat emosi bisa bikin pengeluaran makin nggak terkontrol. Soalnya, keputusan yang diambil cenderung impulsif dan ujung-ujungnya malah nyesel. Kalau lagi bad mood dan ingin belanja, coba alihkan dengan kegiatan lain, misalnya:
Jangan sampai dompet yang jadi korban pelampiasan emosi, ya!
Kalau suka bingung kenapa uang cepat habis, coba deh pakai metode amplop. Caranya gampang kok, setiap awal bulan pisahkan uang dalam beberapa amplop sesuai kategori, misalnya:
Kalau uang di salah satu amplop sudah habis, artinya Anda harus stop belanja di kategori itu. Metode ini sangat membantu mengontrol keuangan Anda, biar nggak kebablasan pakai uang untuk hal yang nggak penting.
Tahu nggak, iklan di media sosial itu memang dirancang supaya Anda terus tergoda belanja? Makanya, kalau sering kecolongan karena promo, coba lakukan ini:
Ingat, bukan berarti Anda kehilangan kesempatan bagus. Justru, dengan menghindari godaan ini, Anda bisa lebih fokus pada barang yang benar-benar dibutuhkan agar terhindar dari perilaku konsumtif.
Daripada uang habis buat belanja barang yang cuma dipakai sebentar, kenapa nggak mulai menabung atau investasi? Dengan punya tabungan, Anda akan lebih tenang menghadapi hal-hal tak terduga, seperti biaya kesehatan atau kebutuhan mendadak lainnya.
Beberapa cara menabung yang bisa dicoba:
Dengan memprioritaskan tabungan, Anda nggak cuma menghindari perilaku konsumtif, tapi juga mempersiapkan masa depan yang lebih aman, lho.
Tanpa sadar, banyak kebiasaan sehari-hari yang termasuk dalam gaya hidup konsumtif. Apakah Anda juga pernah melakukan salah satunya? Berikut beberapa contoh gaya hidup konsumtif:
Setiap ada tren baru, rasanya nggak tahan buat beli. Padahal, lemari sudah penuh dengan baju yang masih bagus dan jarang dipakai.
Contohnya, tahun ini tren celana cargo, tahun depan berubah jadi wide-leg jeans. Akhirnya, baju-baju lama hanya menumpuk tanpa sempat Anda pakai lagi.
Baru setahun lalu beli HP flagship, tapi begitu ada model terbaru, langsung tergoda untuk ganti. Padahal, fitur barunya nggak jauh beda dan yang lama masih berfungsi dengan baik. Ditambah lagi, cicilan HP lama belum lunas, tetapi Anda sudah ingin membeli yang baru.
Baca Juga: 5 Strategi Untuk Mengatur Keuangan Dengan Baik
Diskon 11.11, 12.12, atau flash sale tengah malam selalu bikin tangan gatal buat checkout, meskipun barangnya sebenarnya nggak benar-benar dibutuhkan.
Kadang, Anda checkout hanya karena harga lebih murah, bukan karena benar-benar butuh. Akhirnya, paket datang terus tiap minggu, tapi banyak yang akhirnya cuma numpuk di sudut kamar.
Setiap weekend wajib mampir ke kafe aesthetic demi update Instagram story atau TikTok. Harga kopi yang setara dengan makan siang di warteg pun rela Anda bayar, asal feed media sosial tetap keren.
Padahal, kalau dihitung-hitung, uang yang dihabiskan buat nongkrong bisa ditabung untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.
Demi pengalaman liburan yang Instagrammable, Anda rela ambil paket wisata mahal dengan fasilitas premium. Bahkan, ada yang sampai pakai kartu kredit atau pinjaman online biar bisa jalan-jalan ke destinasi impian. Padahal, setelah pulang liburan, pusing sendiri mikirin tagihan yang harus dibayar.
Punya lebih dari lima pasang sneakers atau tas branded, tapi yang sering dipakai cuma dua atau tiga saja.
Namun setiap ada koleksi terbaru, Anda langsung ingin membelinya, meskipun harganya bisa setara dengan gaji sebulan. Alasannya sih "Investasi fashion", padahal ujung-ujungnya jarang dipakai dan cuma dipajang di rak.
Netflix, Disney+, HBO, Spotify, Apple Music, semuanya langganan, tapi yang sering dipakai cuma satu-dua layanan saja. Tagihan terus jalan setiap bulan, padahal kalau dikumpulkan, uangnya bisa dipakai buat hal lain yang lebih berguna, lho.
Daripada masak sendiri, lebih sering pilih makan di restoran mahal dengan alasan "self-reward".
Memang enak sih, tapi kalau tiap hari makan di luar, lama-lama pengeluaran bisa membengkak. Padahal, dengan uang yang sama, Anda bisa belanja bahan makanan untuk seminggu.
Baca Juga: Tips Menabung Dengan Cara Unik
Lihat tulisan "Diskon 70%" rasanya seperti panggilan jiwa buat langsung beli, meskipun sebelumnya tidak direncanakan. Akhirnya malah beli barang yang nggak benar-benar dibutuhkan dan menyesal kemudian.
Sering menggunakan kartu kredit atau paylater untuk membeli barang-barang yang sebenarnya di luar kemampuan finansial?
Jika tidak diperhitungkan dengan matang, akhirnya Anda akan terjebak dalam utang yang semakin menumpuk. Jangan sampai gaji Anda lebih banyak habis untuk membayar cicilan daripada memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pernah beli alat musik, kamera mahal, atau perlengkapan olahraga dengan niat mau serius menekuni hobi?
Tapi setelah beli, barangnya lebih sering tergeletak begitu saja. Antusias di awal, tapi akhirnya malas digunakan, bahkan kadang masih terbungkus rapi dalam kardusnya.
Baca Juga: Hidup Hemat Dengan Gaya Minimalis Ala Orang Jepang
Gaya hidup konsumtif adalah kebiasaan yang dapat diubah dengan kesadaran dan disiplin. Dengan menerapkan tips di atas, Anda bisa mulai mengelola keuangan dengan lebih bijak dan membangun kondisi finansial yang lebih stabil.
Tapi, bagaimana dengan pengeluaran tak terduga seperti biaya medis? Tanpa perlindungan yang tepat, tabungan bisa terkuras, bahkan berisiko menambah utang.
Chubb hadir dengan asuransi perlindungan kesehatan yang melindungi Anda dan keluarga dari beban finansial akibat biaya pengobatan. Dengan jaringan rumah sakit luas, klaim yang mudah, dan paket fleksibel sesuai kebutuhan, Anda bisa lebih tenang merencanakan masa depan tanpa khawatir biaya tak terduga.
Karena di Chubb, kami berkomitmen untuk selalu ada #TogetherWithYou dalam setiap langkah perjalanan hidup Anda!
Referensi:
Masterclass. Diakses pada 2025. Consumerism Definition: Examples, Pros and Cons
BFI. Diakses pada 2025. Understanding Consumerism Lifestyle: Definition, Causes, and Impacts
Impakter. Diakses pada 2025. Stop Global Overconsumption: How to Replace it
Investopedia. Diakses pada 2025. Consumerism: Definition, Economic Impact, Pros & Cons
Thoughtco. Diakses pada 2025. Definition of Consumerist Culture
Utopia. Diakses pada 2025. Consumerism: 12 Examples and How They Affect Life on Earth